Kota Cordoba, yang awalnya bernama Iberi Baht, dibangun pada masa pemerintahan Romawi berkuasa di Guadalquivir. Lima abad kemudian, kota ini berada dalam kekuasaan Bizantium dibawah komando Raja Goth Barat. Sejarah Cordoba memasuki babak baru saat Islam datang ke wilayah itu pada 711 M atau 93 H. Ketika itu panglima muslim Thariq bin Ziyad yang berada di bawah pemerintahan Walid bin Abdul Malik atau Al Walid I (705-715) dari Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Spanyol dari kekaisaran Visigoth. Dengan dikuasainya Spanyol, memudahkan 700 tentara kavaleri Islam yang dipimpin Mugith Ar-Rumi menguasai Cordoba.
Penaklukan Cordoba dilakukan pada malam hari. Mugith Ar-Rumi dengan pasukan berkudanya berhasil mendobrak tembok Cordoba. Selain menguasai Cordoba, tentara Islam juga menaklukkan wilayah-wilayah lain di Spanyol seperti, Teledo Seville, Malaga, serta Elvira. Selama pemerintahan Bani Umayyah berpusat di Damaskus, Teledo dijadikan ibu kota Spanyol. Cordoba baru menjadi ibu kota Spanyol ketika dinasti tersebut dikalahkan oleh dinasti Abbasiyah tahun 750 M.
Abdurrahman Ad-Dakhil atau Abdurrahman I sebagai penerus Dinasti Umayyah pindah ke Spanyol, dimana waktu itu Islam sudah eksis disana. Ia menjadikan Cordoba sebagai ibu kota pemerintahan dinastinya di Eropa. Dalam membangun kota, ia mendatangkan para ahli fiqh, alim ulama, ahli filsafat, dan ahli syair untuk mengembangkan ilmunya di Cordoba. Akhirnya kota ini menjadi pusat perkembangan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusasteraan di seantero Eropa.
PUSAT PERADABAN
Puncak kejayaan Cordoba berlangsung di era pemerintahan Khalifah Abdul Rahman An-Nasir dan pada zaman pemerintahan anaknya Al-Hakam. Ketika itu, Cordoba mencapai kejayaan hingga taraf kemakmuran yang belum pernah tercapai sebelumnya. Pembangunan pada masa ini tumbuh pesat. Bangunan-bangunan berarsitektur megah bermunculan. Ketika malam tiba, jalan-jalan di kota hingga ke luar kota diterangi lampu hias yang cantik dan anggun. Kota Cordoba pun terbebas dari sampah. Taman-taman nan indah menjadi daya tarik bagi para pendatang untuk singgah di kota itu. Mereka bersantai di taman yang dipenuhi bunga dan tata ruang yang memanjakan mata.
Tak heran, Cordoba saat itu mampu mensejajarkan diri dengan Baghdad sebagai ibu kota pemerintahan Abbasiyah. Cordoba juga setaraf dengan Konstantinopel, ibu kota kerajaan Bizantium serta Kaherah, ibukota Dinasti Fatimiyah yang sekarang bernama Kairo. Saat Cordoba berada dalam puncak kejayaan (abad IX dan X M) terdapat lebih dari 200.000 rumah di dalam kotanya. Jumlah masjid 600 buah, 900 public baths, 50 rumah sakit, dan sejumlah pasar besar yang menjadi pusat dagang dan sentra perekonomian. Saat itu, Cordoba telah mampu menempatkan duta besarnya hingga ke negara yang amat jauh seperti India dan Cina.
KOTA ILMU
Jejak kejayaan Islam di Cordoba tidak meninggalkan bangunan-bangunan megah, namun mewariskan peradaban dan ilmu pengetahuan yang tak ternilai. Karena itu tidak salah jika Cordoba disebut sebagai The Greatest Center of Learning di Eropa. Saat kota-kota lain di benua tersebut berada pada masa kegelapan, Cordoba menebar harum di Eropa pada abad pertengahan sebagaimana digambarkan para sejarawan sebagai The Wonder of The World.
Pada masa kekuasaan Abdurrahman III, berdiri Universitas Cordoba yang termasyur dan menjadi kebanggan umat Islam. Berbondong-bondong mahasiswa dari berbagai wilayah, termasuk mahasiswa kristen dari Eropa menimba ilmu. Dari Universitas inilah Barat menyerap ilmu pengetahuan. Salah satunya mahasiswa kristen yang menimba ilmu di Spanyol adalah Gerbert d'Aurillac (945-1003), yang kemudian menjadi pemimpin agama katolik dunia Paus Sylvester II. Selepas belajar matematika di Spanyol, kemudian ia mendirikan sekolah katedral dan mengajarkan aritmatika dan geometri kepada muridnya.
Geliat pendidikan di Cordoba makin bersinar era pemerintahan Al-Hakam Al-Muntasir sehingga dijuluki khalifah yang alim. Sebanyak 27 sekolah swasta berdiri. Gedung perpustakaan mencapai 70 buah menambah semarak perkembangan ilmu pengetahuan. Saat itu, terdapat 170 wanita yang berprofesi sebagai penulis kitab suci Al Qur'an dengan huruf Kufi yang indah. Anak-anak fakir miskin pun bisa belajar gratis di 80 sekolah yang disediakan Khalifah. Pendidikan yang tinggi pun diimbangi dengan kesejahteraan masyarakat.
Perkembangan ilmu pengetahuan di Cordoba pada era kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah ilmuwan dan ulama terasyhur. Kontribusi para intelektual dan ulama yang lahir dari Cordoba sangat diakui dan memberi pengaruh bagi peradaban manusia. Diantaranya Abu Al Walid Muhammad Ibnu ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusydi, yang kemudian lebih dikenal dengan nama Ibnu Rusydi atau Averrous. Beliau merupakan ilmuwan muslim yang sangat berpengaruh pada abad ke-12 dan beberapa abad berikutnya. Demikian juga lahir seorang ulama mujtahid yaitu, Ibnu Hazam yang menulis kitab Al-Muhalla. Ada juga mufasir kenamaan yaitu, Al-Qurtubi yang menulis kitab tafsir Al-Qurtubi. Lahir juga pakar kesehatan modern, Az-Zahrawi yang memperkenalkan teknik keperawatan dan menciptakan alat bean dan teknik terbaru operasi bedah. Ia menulis buku medis bergambar yang dijadikan referensi pakar kedokteran Eropa. Dan masih banyak lagi pakar ilmu pengetahuan yang muncul.
Itulah Cordoba, yang padamasa kejayaannya banyak menginspirasi penulis barat yang banyak digambarkan oleh para ahli sejarah maupun politik sebagai cikal bakal yang membawa angin kemajuan bagi bangsa Barat di amsa sekarang. Jika kemajuan dunia Barat saja terinspirasi dari Cordoba, maka semestinya kita sebagai umat Islam juga terinspirasiuntuk membangun peradaban Islam berdasarkan perjalanan sejarah Cordoba. Sekarang sudah saatnya Dunia Islam kembali bangkit membangun sebuah peradaban yang kegemilangannya melebihi Cordoba pada masa itu.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar