Siapapun diantara kita tentu pernah merasakan kemarahan. Entah kita yang menjadi subyek kemarahan ataukah objeknya. Kitapun tentu juga pernah merasakan berbagai efek dari adanya kemarahan tersebut. Dan rupanya, marah juga menjadi masalah yang pernah diperingatkan Rasulullah SAW kepada umatnya.
Suatu hari seorang lelaki datang menemui Nabi Muhammad SAW, meminta nasehat dan Nabi berpaling padanya, lalu beliau bersabda berulang-ulang : "Jangan pernah marah!" (HR. Bukhari). Dari hadist Nabi Muhammad SAW tersebut, seolah-olah beliau ingin menekankan bahwa sebaiknya kita menghindari marah, karena dikhawatirkan dapat mengakibatkan berbagai efek negatif. Hal itu kemudian diperjelas oleh sebuah hasil penelitian ilmiah yang menekankan tentang kemarahan. Bahwa secara psikologis dan rangsangan neorotik, marah tidak memiliki pengaruh yang lebih besar daripada berlari dalam hal meningkatkan denyut jantung dan memompa lebih banyak darah dan lebih cepat. Namun marah tidak seperti berlari, pelari bisa berhenti jika ia mau, sedangkan marah tidak dapat dikuasai dengan mudah, terutama jika orang tersebut tidak terbiasa. Kemudian apa yang bisa terjadi?
Penelitian tersebut membuktikan, bahwa orang yang melampiaskan kemarahan dapat dengan mudah menderita hipertensi dan anteriosklerosis karena tekanan darah menjadi terlalu tinggi, sedangkan pembuluh darah kehilangan kemampuan untuk memperluas diri dalam menampung tambahan darah yang terpompa. Selain itu ada juga dampak psikologis dan sosial yang dapat merusak hubungan manusia.
Akan tetapi yang perlu kita perhatikan adalah, bahwa yang menjadi pemikiran utama sejak lama yaitu ternyata menahan marah juga dapat menjadi pemicu timbulnya berbagai macam penyakit. Dalam sebuah studi dijelaskan bahwa marah dan menahan marah memiliki bahaya kesehatan yang sama, meskipun berbeda tingkat keparahannya. Apabila kita menahan marah, maka hampir pasti dia akan terserang penyakit hipertensi dan kadang-kadang kanker. Dalam kasus lain hal ini dapat menyebabkan serangan jantung mematikan karena ledakan kemarahan akan terjadi, dan itu lebih sulit untuk dikontrol. Dan karena kondisi fisik begitu banyak terkait dengan psikologis, hal ini dapat menyebabkan organ-organ vital dan kelenjar mengeluarkan hormon yang menganggu, yang akibatnya dapat melemahkan sistem kekebalan, atau menghilangkan sama sekali sistem kekebalan itu setelah terjadi keadaan kritis pada tubuh.
Hal tersebut sekaligus dapat menjelaskan mengapa sel-sel tubuh yang sehat dapat berubah menjadi kanker karena tidak adanya sistem imun yang normal. Ini menunjukkan aspek ilmiah, dan filsafat praktis dibalik pengulangan apa yang menjadi nasehat Nabi Muhammad SAW dalam hadist beliau dalam menjaga ketenangan, agar kita tidak mudah terbawa dan larut dalam kemarahan kita.
Dr. AhmedShawki Ibrahim, anggota Royal Society of Medicine di London dan konsultan Cardiologi Internal Medicine, mengatakan bahwa kodrat manusia ditandai oleh kecenderungan dan perilaku yang berbeda. Sebagai contoh, keinginan jasmani mengarah pada kemarahan, sifat dominan dilambangkan oleh kecenderungan terhadap kesombongan dan keangkuhan sementara mengikuti hawa nafsu menghasilkan kebencian dan keengganan untuk orang lain.
Secara umum, disamping penyakit psikologis dan fisik lain seperti, diabetes dan angina, menurut penelitian ilmiah dan menurut Dr. Shawki, mengkonfirmasi kenyataan bahwa kemarahan yang terus menerus dapat mempercepat kematian manusia. Nabi Muhammad SAW memerintahkan kita menahan diri untuk marah karena setiap tindakan diwaktu marah tersebut dapat menimbimbulkan penyesalan pada diri kita apabila kita telah tenang. Dalam Al Qur'an, marah memang dianggap kekuatan jahat yang memaksa orang untuk melakukan hal-hal yang tidak masuk akal. Ketika Nabi Musa AS marah kepada kaumnya, dilemparnya lembaran-lembaran kitab lalu beliu menarik kepala saudaranya. Kemudian ketika amarah Musa mereda, maka beliau mengambil lembaran-lembaran kitab tersebut. Jadi tampak jelas perbandingan antara kedua kondisi tersebut.
Lalu apa yang kita butuhkan saat menghadapi kemarahan? Yaitu kontrol diri setelah iman yang kuat dan kepercayaan kepada Allah sang pencipta kita. Nabi SAW mengajarkan kepada kita bahwa kekuatan itu identik dengan ketenangan, bukan kemarahan yang tak terkontrol. Obat penenang juga tidak menjadi solusi, karena efeknya justru negatif. Penggunaan obat penenang sering dapat menyebabkan terjadinya kecanduan sehingga tidak dapat dihentikan. Salah satu cara yang dapat kita gunakan untuk mengatasinya adalah dengan mengubah perilaku manusia itu sendiri dalam mengahadapi masalah sehari-hari, yaitu dengan ketenangan dan kehalusan, bukan dengan marah. Dr. Shawki juga menambahkan bahwa ada dua terapi psikologis yang dapat dilakukan untu meredakan kemarahan.
Yang pertama, adalah mengurangi kepekaan emosional dengan melatih pasien, dibawah pengawasan medis untuk bersantai jika bertemu situasi sulit sedangkan ia tidak merasakan kegembiraan.
Yang kedua, dapat dilakukan dengan relaksasi psikologis dan fisik, sembari mengingat pengalaman yang paling sulit dan mengubah posisi fisik, yaitu berdiri, duduk, atau berbaring.
Walaupun cara yang direkomendasikan Dr Shawki dalam penelitian tersebut telah terbukti dalam beberapa tahun terakhir, namun Nabi SAW mengajarkan kepada para sahabatnya jauh-jauh sebelumnya. Dalam hadist disebutkan bahwa bila seseorang merasa marah Sambil berdiri misalnya mereka dapat duduk atau berbaring untuk mengusir kemarahan itu pergi..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar